Thursday, March 28, 2013



















Friday, March 15, 2013







  

130313


Monday, March 11, 2013







Saturday, March 9, 2013



Dia menunggu bulan purnama datang. Seminggu lagi. Dia berjanji akan sungguh jadi dirinya nanti, saat bulan tampak bulat sempurna. Tidak lagi jadi badut dengan topeng yang berlapis-lapis. Dia akan hadir nyata, di hadapan pujaannya.

Dia menunggu bulan purnama datang. Tiga hari lagi. Diambilnya sehelai kertas maya lalu ditulisi dengan udara merah muda. Dentingan cangkir, teori omong kosong, jari-jari bertemu, pagi hari, aroma tubuh, reaksi kimia: Rahasia. Kertas itu dia simpan di dalam laci, di dalam almari, di dalam rumah, di dalam hati, di dalam jiwa. Nanti saat waktunya tiba, akan dia tunjukkan pada si pujaan.

Dia menunggu bulan purnama datang. Besok. Jiwanya siap, menggebu-gebu malah. Dia berdoa pada semesta.

Dia menunggu bulan purnama datang. Malam ini. Si pujaan sudah berjanji akan datang bertemu.

Malam ini, di rumah makan di ujung jalan. Dia bersama si pujaan. Hujan turun sejak sore. Langit gelap penuh awan. Satu setengah jam sudah berlalu. Dia terus menunggu bulan purnama datang. Satu jam kemudian, hujan semakin deras, tidak ada tanda mau berhenti turun. Dia masih menunggu. Sehelai kertas rahasia masih tersimpan rapi di dalam laci yang berderak-derak, almari yang berguncang, rumah yang bergetar, hati yang hampir meledak, jiwa yang berteriak. Dia tetap badut dengan topeng. Si pujaan di hadapan. Belum ada kata-kata.

Bulan purnama tidak kunjung datang, rahasia belum juga bicara.

Hujan tolong pergilah!

Hujan pergilah!

Hujan pergi!

Hujan!

Hujan.

Hujan

Tengah malam. Dia terbaring. Lelah dan beku. Hujan malam ini terlalu deras, terlalu jahat, tega mencuri bulan purnama. Ya, malam ini seharusnya bulan purnama ada di langit tapi sampai detik ini tidak juga terlihat, karena hujan sialan. Si pujaan sudah kembali ke rumahnya. Jauh. Kertas rahasia masih ada di dalam laci, tidak tersentuh. Dia masih saja sebentuk badut bertopeng, tidak berubah, tidak pernah nyata.

Semua karena bulan purnama tidak jadi datang.
Semua karena hujan sialan.
Semua karena si pujaan.

Dia menunggu bulan purnama datang, tapi sudah terlambat. Langit sudah mulai terang.
Perlahan-lahan dia menguap ditarik matahari. Melarut dalam udara bersama kertas rahasia.

Tetap ada, tapi hilang mengawang.


***


Tuesday, March 5, 2013

Friday, March 1, 2013